Kamis, 07 Juni 2012

Mentransformasikan Kebudayaan Untuk Generasi Muda

Mentransformasikan Kebudayaan Untuk Generasi Muda
Disusun Guna Memenuhi Salah Satu Tugas
Mata Kuliah Sosio-Antropologi Pendidikan
Dosen Pengampu: Nur Djazifah ER. , M.Si




Disusun Oleh :
 Mohammad Rizal Nursetyo ( 10102241005 )

Pendidikan Luar Sekolah
Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Negeri Yogyakarta
2012


Mentransformasikan Kebudayaan Untuk Generasi Muda
Pendidikan sebagai sebuah proses transformasi budaya, berarti suatu bentuk kegiatan pewarisan budaya dari satu generasi ke generasi yang lain. Nilai-nilai budaya tersebut mengalami proses transformasi dari generasi tua ke generasi muda. Pewarisan kebudayaan ini dilakukan dalam tiga benutk yaitu
  1. Nilai-nilai kebudayaan yang sesuai akan diteruskan misalnya nilai-nilai kejujuran, rasa tanggung jawab, dan lain-lain.
  2. Nilai-nilai kebudayaan yang kurang sesuai akan dilakukan perbaikan dan penyesuaian yang akanmelahirkan bentuk kebudayaan baru
  3. Nilai-nilai kebudayaan yang tidak sesuai akan diganti dengan bentuk kebudayaan baru.
Proses transformasi kebudayaan melalui pendidikan tersebut sebenarnya telah diajukan oleh Malinowski dalam teori fungsional tentang kebudayaan bahwa proses belajar sesungguhnya  adalah ulangan dari reaksi suatu organisme dari luar dirinya, yang terjadi sedemikian rupa sehingga salah satu kebutuhan naluri dari organisme itu dapat terpenuhi. (Koencaraningrat, Sejarah Teori Antropologi I, 1978; 170). Dengan demikia proses pembentukan kebudayaan atau mentransfer kebudayaan itu berasal dari proses belajar dari suatuindividu atau masyarakat sebagai bentuk penyesuai terhadap kondisi lingkungan masyarkat yang berubah. Karena secara tidaklangsung perubahan tersebut membutuhkan kemampuan individu ataukelompok masyaakat untuk mempertahnkan eksistensinya. Dan hal ini tentu dapat dilakukan melalui proses belajar.
Berdasarkan pandangan tentang belajar tersebut kemudian Malinowski merumuskan  tentang Learning Theori yang membahas tentang fungsi unsur-unsur kebudayaan yang sangat kompleks yang intinya adalah bahwa segala aktifitas kebudayaan itu sesungguhnya adalah upaya untuk memenuhi kebutuhan manusia yang berhubungan dengan kehidupannya. Kebudayaan diperoleh manusia dengan proses belajar sejak ia dilahirkan.(Koencaraningrat, Sejarah Theori Antropologi II, 1978; 75). Pandangan inilah yang kemudian melahirkan teori Behaviorisme dalam Ilmu Psykologi.

Budaya nilai-nilai, keyakinan-keyakinan, aturan-aturan dan norma-norma yang melingkupi suatu kelompok masyarakat akan mempengaruhi sikap dan tindakan individu dalam masyarakat tersebut. Sikap dan tindakan individu dalam suatu masyarakat dalam beberapa hal yang berkaitan dengan nilai, keyakinan aturan dan norma akan menimbulkan sikap dan tindakan yang cenderung homogen. Artinya, jika setiap individu mengacu pada nilai, keyakinan, aturan dan norma kelompok, maka sikap dan perilaku mereka akan cenderung seragam. Misalnya dalam suatu masyarakat ada aturan mengenai bagaimana melakukan pernikahan sehingga laki-laki dan perempuan dapat disahkan sebagai suami istri. Ketika anggota masyarakat akan menikah, maka proses yang dilalui oleh anggota masyarakat itu akan cenderung sama dengan anggota masyarakat yang lainnya.
Setiap kelompok masyarakat tertentu akan mempunyai cara yang berbeda dalam menjalani kehidupannya dengan sekelompok masyarakat yang lainnya. Cara-cara menjalani kehidupan sekelompok masyarakat dapat didefinisikan sebagai budaya masyarakat tersebut. Satu definisi klasik mengenai budaya adalah sebagai berikut: "budaya adalah seperangkat pola perilaku yang secara sosial dialirkan secara simbolis melalui bahasa dan cara-cara lain pada anggota dari masyarakat tertentu (Wallendorf & Reilly dalam Mowen: 1995)".
Definisi di atas menunjukkan bahwa budaya merupakan cara menjalani hidup dari suatu masyarakat yang ditransmisikan pada anggota masyarakatnya dari generasi ke generasi berikutnya. Proses transmisi dari generasi ke generasi tersebut dalam perjalanannya mengalami berbagai proses distorsi dan penetrasi budaya lain. Hal ini dimungkinkan karena informasi dan mobilitas anggota suatu masyarakat dengan anggota masyarakat yang lainnya mengalir tanpa hambatan.
Interaksi antar anggota masyarakat yang berbeda latar belakang budayanya semakin intens. Oleh karena itu, dalam proses transmisi budaya dari generasi ke generasi, proses adaptasi budaya lain sangat dimungkinkan. Misalnya proses difusi budaya populer di Indonesia terjadi sepanjang waktu. Kita bisa melihat bagaimana remaja-remaja di Indonesia meniru dan menjalani budaya populer dari negara-negara Barat, sehingga budaya Indonesia sudah tidak lagi dijadikan dasar dalam bersikap dan berperilaku. Proses seperti inilah yang disebut bahwa budaya mengalami adaptasi dan penetrasi budaya lain. Dalam hal-hal tertentu adaptasi budaya membawa kebaikan, tetapi di sisi lain proses adaptasi budaya luar menunjukkan adanya rasa tidak percaya diri dari anggota masyarakat terhadap budaya sendiriAgar budaya terus berkembang, proses adaptasi seperti dijelaskan di atas terus perlu dilakukan. Paradigma yang berkembang adalah bahwa budaya itu dinamis dan dapat merupakan hasil proses belajar, sehingga budaya suatu masyarakat tidak hadir dengan sendirinya. Proses belajar dan mempelajari budaya sendiri dalam suatu masyarakat disebut enkulturasi (enculturati). Enkulturasi menyebabkan budaya masyarakat tertentu akan bergerak dinamis mengikuti perkembangan zaman. Sebaliknya sebuah masyarakat yang cenderung sulit menerima hal-hal baru dalam masyarakat dan cenderung mempertahankan budaya lama yang sudah tidak relevan lagi disebut sebagai akulturasi (acculturation).
Budaya yang ada dalam sekelompok masyarakat merupakan seperangkat aturan dan cara-cara hidup. Dengan adanya aturan dan cara hidup/ anggota dituntun untuk menjalani kehidupan yang serasi. Masyarakat diperkenalkan pada adanya baik-buruk, benar-salah dan adanya harapan-harapan hidup. Dengan aturan seperti itu orang akan mempunyai pijakan bersikap dan bertindak. Jika tindakan yang dilakukan memenuhi aturan yang telah digariskan, maka akan timbul perasaan puas dalam dirinya dalam menjalani kehidupan. Rasa bahagia akanjuga dirasakan oleh anggota masyarakat jika dia mampu memenuhi persyaratan-persyaratan sosialnya. Orang akan sangat bahagia jika mampu bertindak baik menurut aturan budayanya. Oleh karena itu, budaya merupakan sarana untuk memuaskan kebutuhan anggota masyarakatnya.

Arti Kebudayaan
Secara etimologi kebudayaan berasal dari bahasa Sansakerta "buddhayah", yaitu bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi atau akal. Ada pendapat lain mengenai asal dari kata "kebudayaan", yaitu bahwa kata itu adalah suatu perkembangan dari majemuk budi-daya, artinya daya dari budi, kekuatan dari akal .
Sedangkan secara terminologi, banyak ilmuwan yang memberikan definisi tentang kebudayaan, diantaranya:
a. E. B. Taylor dalam bukunya yang berjudul "Primative Culture" memberikan definisi yang sistematis dan ilmiah bahwa kebudayaan adalah keseluruhan kompleks yang di dalamnya terkandung ilmu pengetahuan lain, serta kebiasaan yang didapat manusia sebagai anggota masyarakat.
b. Koentjaraningrat mendefinisikan kebudayaan sebagai keseluruhan manusia dari kelakuan dan hasil kelakuan yang teratur oleh tata kelakuan yang harus didapatnya dengan belajar dan yang semuanya tersusun dalam kehidupan masyarakat .
c. Menurut Mukti Ali (1982:4), kebudayaan adalah budi daya, tingkah laku manusia. Tingkah laku manusia digerakkan oleh akal dan perasaannya. Yang mendasari itu semua adalah ucapan hatinya.
d. Gazalba (1979:72) mendefinisikan kebudayaan sebagai "cara berpikir dan merasa, yang menyatakan diri dalam seluruh segi kehidupan sekelompok manusia, yang membentuk kesatuan sosial dalam satu ruang dan satu waktu. Definisi ini secara implisit mengetengahkan jenis-jenis kebudayaan, cara berpikir dan cara merasa merupakan kebudayaan batiniah, sedangkan manifestasinya dalam bentuk cara berlaku dan cara berbuat atau cara hidup adalah kebudayaan lahiriah. Produk cara berlaku-berbuat yang berbentuk benda disebut kebudayaan material.
e. Langeveld (dalam Gazalba, 1979:77), kebudayaan dipandang sebagai tata nilai. Seorang individu dalam masyarakat atau masyarakat itu sendiri berbuat sesuatu, karena sesuatu itu bernilai atau berguna bagi kehidupannya .
Dari beberapa pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusiauntuk memenuhi kehidupannya dengan cara belajar, yang semuanya tersusun dalam kehidupan masyarakat, beserta keseluruhan dari hasil budi dan karyanya itu.
Secara lebih jelas dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Kebudayaan adalah segala sesuatu yang dilakukan dan dihasilkan manusia, dan meliputi:
2. Kebudayaan itu tidak diwariskan secara generatif (biologis), melainkan hanya mungkin diperoleh dengan cara belajar.
3. Kebudayaan diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat. Tanpa masyarakat kemungkinannya sangat kecil untuk membentuk kebudayaan. Sebaliknya, tanpa kebudayaan tidak mungkin manusia (secara individual maupun kelompok) dapat mempertahankan kehidupannya.

Unsur-unsur Kebudayaan
Menurut Meilville J. Herskovits
1. alat-alat teknologi
2. sistem ekonomi
3. keluarga
4. kekuasaan politik
Menurut Bronislaw Malinowski
1. Sistem norma yang memungkinkan kerjasama antara para anggota masyarakat di dalam upaya menguasai alam sekelilingnya.
2. Organisasi ekonomi
3. Alat-alat dan lembaga atau petugas pendidikan; perlu diingat bahwa keluarga merupakan lembaga pendidikan yang utama.
4. organisasi kekuatan.
Fungsi Kebudayaan Bagi Masyarakat
Kebudayaan berguna bagi manusia yaitu untuk melindungi diri terhadap alam, mengatur hubungan antar manusia dan sebagai wadah dari segenap perasaan manusia.
Hasil karya masyarakat melahirkan teknologi atau kebudayaan kebendaan. Yang mempunyai kegunaan utama di dalam melindungi masyarakat terhadap lingkungan dalamnya. Teknologi hakikatnya meliputi paling sedikit tujuh unsur, yaitu :
1. alat-alat produktif
2. senjata
3. wadah
4. makanan dan minuman
5. pakaian dan perhiasan
6. tempat berlindung dan perumahan
7. alat-alat transport

Sifat Hakikat Kebudayaan
1. Kebudayaan terwujud dan tersalurkan dari perilaku manusia
2. Kebudayaan telah ada lebih dahulu mendahului lahirnya suatu generasi tertentu, dan tidak akan mati dengan habisnya usia generasi yang bersangkutan.
3. Kebudayaan diperlukan oleh manusia dan diwujudkan dalam tingkah lakunya.

Aspek-Aspek Budaya
Budaya bersifat dinamis dan tidak statis. Budaya secara berkelanjutan berevolusi, meramu gagasan-gagasan lama dengan kemasan baru dan seterusnya. Suatu sistem budaya terdiri atas area-area fungsional sebagai berikut:
1. Ekologi. Ekologi merupakan sistem berdaptasi pada habitat/ lingkungan. Ekologi ini dibentuk oleh teknologi yang digunakan untuk memperoleh dan mendistribusikan sumber daya (misalnya masyarakat industri dan masyarakat dunia ketiga/berkembang).Sebagai contoh negara Jepang sangat ahli dalam merancang produk yang efisien karena mereka dihadapkan pada luas wilayah yang sempit.
2. Struktur sosial. Struktur sosial merupakan wilayah yang berfungsi sebagai penjaga ketertiban kehidupan sosial. Struktur sosial ini meliputi kelompok politik domestik yang dominan dalam budaya.Kelas sosial/ Struktur rumah tangga (keluarga inti dan keluarga lengkap merupakan contoh Struktur sosial).
3. Ideologi. Ideologi merupakan karakteristik mental dari orang-orang dalam suatu masyarakat dan cara-cara mereka berhubungan dengan lingkungan dan kelompok sosial lainnya. Fungsi ideologi ini berkisar pada bagaimana anggota masyarakat memiliki pandangan yang umum pada dunia, seperti bagaimana prinsip-prinsip moral, etos dan prinsip-prinsip estetik.

Sifat Hakikat Kebudayaan
1. Kebudayaan terwujud dan tersalurkan dari perilaku manusia
2. Kebudayaan telah ada lebih dahulu mendahului lahirnya suatu generasi tertentu, dan tidak akan mati dengan habisnya usia generasi yang bersangkutan.
3. Kebudayaan diperlukan oleh manusia dan diwujudkan dalam tingkah lakunya.

Orientasi Nilai Kebudayaan
Terdapat enam dimensi nilai budaya pada berbagai budaya yang berbeda (McCarty & Hattwick: 1992) sebagai berikut:
1. Individual versus kolektif. Ada budaya yang mementingkan nilai-nilai individual dibandingkan nilai-nilai masyarakat, dan ada juga budaya yang mementingkan nilai-nilai kelompok daripada nilai-nilai individual.
2. Maskulinitas/feminitas. Melihat bagaimana peran pria melebihi peran wanita, atau bagaimana pria dan wanita membagi peran
3. Orientasi waktu. Melihat bagaimana anggota masyarakat bersikap dan berperilaku dengan orientasi masa lalu, sekarang atau inasa depan.
4. Menghindari ketidakpastian. Budaya suatu masyarakat berusaha menghadapi ketidakpastian dan membangun kepercayaan yang bisa menolong mereka menghadapi hal itu. Misalnya mereka meyakini dan menghayati agama.
5. Orientasi aktivitas. Masyarakat yang berorientasi pada tindakan dan pada pemikiran.
6. Hubungan dengan alam. Bagaimana suatu masyarakat memperlakukan alam, apakah sebagai pendominasi alam atau justru menjalin harmoni dengan alam.
Dalam suatu masyarakat tertentu, orientasi nilai di atas akan mengalami perubahan sesuai dengan proses adaptasi yang terjadi. Nilai-nilai yang dianut oleh suatu masyarakat dari waktu ke waktu terns berubah.


Transformasi Budaya
Dari paparan wacana kebudayaan di atas dapat diketahui, bahwa ada banyak peninggalan serta karya sastra umat sebelum kita yang mestinya kita ketahui. Baik dari timur ataupun barat, misalnya saja sastra jahiliyah yang paling populer seperti Al-mu’allaqotu’L sab’ah yaitu kumpulan syair terbaik di pasar Ukkaz dan di tempel di dinding Kabah pada masa tersebut. Ataupun karya-karya pada masa sesudahnya, seperti Burdahnya Ka’ab bin Zuhair juga syair Abdullah bin Rowahah, yang digolongkan sebagai sastrawan-sastrawan pembela Islam di zaman Rasulullah, juga syair-syair pilosofi Abu Tamam dan Abu’L Alâ Al-Ma’arri.
Merupakan fakta yang sangat jelas dan tidak dipungkiri oleh para peneliti, bahwasanya proses transformasi ataupun penterjemahan, merupakan langkah yang sangat positif sekali untuk mengetahui peradaban umat lain, khususnya sastra. Sebagaimana umat Islam pada masa Khilafah Abbasiyah dahulu yang banyak menterjemahkan berbagai macam disiplin ilmu yang tidak ada pada mereka, seperti Kedokteran, Fisika, Matematika, Kimia, dan Filsafat. Sehingga mereka pun mengembangkan ilmu-ilmu tersebut, dengan landasan salah satu hadits Rasulullah Uthlubu’L ‘ilma walau bi’L shîn, yang artinya, tututlah ilmu walaupun ke negeri Cina.
Dan proses tranformasi ini pun sangat berpengaruh terhadap perkembangan dan pola pikir ilmuan Islam dalam memahami konteks agama, juga menyebabkan terbentuknya berbagai macam kelompok, seperti Nuhatu’L bashroh, atau ahli Mantiq karena mereka cenderung menggunakan istilah-istilah Mantiq. Pokoknya mereka telah mengambil manfaat dari usaha-usaha mereka dan juga umat lain yang mempelajari bahasa mereka. Tidak mustahil kita pun bisa demikian. Kenapa tidak?! Mentransfer karya bangsa lain baik Arab ataupun Barat, dengan memberikan corak pembaharuan dan bukan saja memindahkan. Mengulangi kembali apa yang sudah dicapai umat Islam Arab dulu dengan metode dan sistem yang lebih sempurna, khusunya dalam bidang sastra. Kalaupun ada sebagian golongan yang mencemaskan, akan identitas peradaban dan sastra kita dan ditakutkan akan terkikis serta akan masuk gejala-gejala kebudayaan Barat yang serba pulgar. Sesungguhnya kita dituntut untuk selalu kritis bukan hanya menerima dan mengambil, agar tidak terpuruk dalam krisis identitas dan lebih mencintai budaya asing.



Dikutip dari :

0 komentar:

Posting Komentar