A. KREATIVITAS DAN TEORI BELAHAN OTAK
Perkembangan kreativitas sangat erat kaitannya
dengan perkembangan kognitif individu karena kreativitas sesungguhnya merupakan
perwujudan dari pekerjaan otak. Para pakar kreativitas, misalnya Clark (1988)
dan Gowan (1989) melalui Teori Belahan Otak (Hemisphere Theory) mengatakan
bahwa sesungguhnya otak manusia itu menurut fungsinya terbagi menjadi dua
belahan, yaitu belahan otak kiri (left hemisphere) dan belahan otak kanan
(right hemisphere). Otak belahan kiri mengarah kepada cara berfikir konvergen
(convergen thinking), sedangkan otak belahan kanan mengarah kepada cara
berfikir menyebar (difergent thinking).
Berkenaan dengan teori belahan beserta fungsinya
ini (Clark, 1983: 24) mengemukakan sejumlah fungsi otak sesuai dengan
belahannya itu sebagaimana tertera pada table berikut ini.
Fungsi Belahan Otak Kiri dan Belahan Otak Kanan
(Clark, 1983: 24)
(Clark, 1983: 24)
No. Belahan Otak Kiri
(Left Hemisphere)
1.Math, history, language
(Left Hemisphere)
1.Math, history, language
2.Verbal, limit sensory, input
3.Sequential, measurable
4.Analytic
5.Comparative
6.Relational
7.Referential
8.Linier
9.Logical
10.Digital
5.Comparative
6.Relational
7.Referential
8.Linier
9.Logical
10.Digital
11.Scientific, technological
Belahan Otak Kanan
(Right Hemisphere)
1.Self , elaborates and increases variabels,
2.inventive
3.Nonverbal perception and expressiveness
4.Spatial
5.Intuitive
6.Holistic
7.Integrative
8.Nonreferential
9.Gestalt
10.Imagery ,Better at depth perception
11.facial recognition
Mystical, humanistic
(Right Hemisphere)
1.Self , elaborates and increases variabels,
2.inventive
3.Nonverbal perception and expressiveness
4.Spatial
5.Intuitive
6.Holistic
7.Integrative
8.Nonreferential
9.Gestalt
10.Imagery ,Better at depth perception
11.facial recognition
Mystical, humanistic
B. PENGERTIAN KREATIVITAS SECARA UMUM
Kreativitas didefinisikan secara berbeda-beda oleh
para pakar berdasarkan sudut pandang masing-masing. Barron (1982: 253)
mendefinisikan bahwa kreativitas adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu
yang baru. Guilford (1970: 236) menyatakan bahwa kreativitas mengacu pada
kemampuan yang menandai cirri-ciri seorang kreatif. Guilford mengemukakan dua
cara berpikir, yaitu cara berpikir konvergen dan divergen. Cara berpikir
konvergen adalah cara-cara individu dalam memikirkan sesuatu dengan pandangan
bahwa hanya ada satu jawaban yang benar. Sedangkan cara berpikir divergen
adalah kemampuan individu untuk mencari berbagai alternative jawaban terhadap
suatu persoalan.
Utami Munandar (1992: 47) mendefinisikan
kreativitas sebagai berikut. “Kreativitas adalah kemampuan yang mencerminkan
kelancaran, keluwesan, dan orisinalitas dalam berpikir serta kemampuan untuk
mengolaborasi suatu gagasan.” Utami Munandar (1992: 51) menekankan bahwa
kreativitas sebagai keseluruhan kepribadian merupakan hasil interaksi dengan
lingkungannya.
Rogers (Utami Munandar, 1992: 51) mendefinisikan
kreativitas sebagai proses munculnya hasil-hasil baru ke dalam tindakan.
Hasil-hasil baru itu muncul dari sifat-sifat individu yang unik yang
berinteraksi dengan individu lain, pengalaman, maupun keadaan hidupnya.
Demikian juga Drevdahl (Hurlock, 1978: 325) mendefinisikan kreativitas sebagai
kemampuan untuk memproduksi komposisi dan gagasan-gagasan baru yang dapat
berwujud kreativitas imajenatif atau sintesis yang mingkin melibatkan
pembentukan pola-pola baru dan kombinasi dari pengalaman masa lalu yang
dihubungkan dengan yang sudah ada pada situasi sekarang.
Berdasarkan berbagai definisi kreativitas itu,
Rodhes (Torrance, 1981) mengelompokkan definisi-definisa kreativitas ke dalam
empat kategori, yaitu product, person, procces, dan press.
Product menekankan kreativitas dari hasil karya
kreatif, baik yang sama sekali baru maupun kombinasi karya-karya lama yang
menghasilkan sesuatu yang baru. Person memandang kreativitas dari segi
ciri-ciri individu yang menandai kepribadian orang kreatif atau yang berhubungan
dengan kreativitas. Procces menekankan bagaimana proses kreatif itu berlangsung
sejak dari mulai tumbuh sampai dengan berwujudnya perilaku kreatif. Adapun
press menekankan pada pentingnya faktor-faktor yang mendukung timbulnya
kreativitas pada individu.
Jadi, yang dimaksud dengan kreativitas adalah
cirri-ciri khas yang dimiliki oleh individu yang menandai adanya kemampuan
untuk menciptakan sesuatu yang sama sekali baru atau kombinasi dari karya-karya
yang telah ada sebelumnya, menjadi sesuatu karya baru yang dilakukan melalui
interaksi dengan lingkungannya untuk menghadapi permasalahan, dan mencari
alternatif pemecahannya melalui cara-cara berpikir divergen.
C. PENGERTIAN KREATIVITAS MENURUT TORRANCE
Seorang ahli yang sangat menekankan pentingnya dukungan
faktor lingkungan bagi berkembangnya kreativitas adalah Torrance (1981: 47). Ia
mengatakan bahwa agar potensi kreatif individu dapat diwujudkan, diperlukan
kekuatan-kekuatan pendorong dari luar yang didasari oleh potensi dalam diri
individu itu sendiri. Menurut Torrance (1981: 48), kreativitas itu bukan
semata-mata merupakan bakat kreatif atau kemampuan kreatif yang dibawa sejak
lahir, melainkan merupakan hasil dari hubungan interaktif dan dialektis antara
potensi kreatif individu dengan proses belajar dan pengalaman dari
lingkungannya.
Torrence (1981: 47) medefinisikan kreativitas itu
sebagai proses kemampuan memahamikesenjanga-kesenjangan-kesenjangan atau
hambatan-hambatan dalam hidupnya, merumuskan hipotesis-hipotesis baru, dan
mengomunikasikan hasil-hasilnya, serta sedapat mungkin memodifikasi dan menguji
hipotesis-hipotesis yang telah dirumuskan. Untuk dapat melakukan semua itu
diperlukan adanya dorongan dari lingkungan yang didasari oleh potensi kreatif
yang telah ada dalam dirinya. Dengan demikian, terjadi saling menunjang antara
faktor lingkungan dengan potensi kreatif yang telah dimiliki sehingga dapat
mempercepat berkembangnya kreativitas pada individu yang bersangkutan.
D. PENDEKATAN TERHADAP KREATIVITAS
D. PENDEKATAN TERHADAP KREATIVITAS
Pendekatan dalam studi kreativitas dapat dibedakan
menjadi dua jenis, yaitu pendekatan psikologis dan pendekatan sosiologis
(Torrance, 1981; Dedi Supriadi, 1989). Pendekatan psikologis lebih melihat
kreativitas dari segi kekuatan yang ada dalam diri individu sebagai
faktor-faktor yang menentukan kreativitas. Salah satu pendekatan psikologis
yang digunakan untuk menjelaskan kreativitas adalah pendekatan holistik.
Clark (1988) menggunakan pendekatan holistic untuk
menjelaskan konsep kreativitas dengan berdasarkan pada fungsi-fungsi berpikir,
merasa, mengindra, dan intuisi. Clark menganggap bahwa kreativitas itu mencakup
sintesis dari fungsi-fungsi thinking, feeling, sensing, dan intuiting.
Thinking merupakan berpikir rasional dan dapat
diukur serta dikembangkan melalui latihan-latihan yang dilakukan secara sadar
dan sengaja. Feeling menunjuk pada suatu tingkat kesadaran yang melibatkan segi
emosional. Sensing menunjuk pada suatu keadaan ketika dengan bakat yang ada
diciptakan suatu produk baru yang dapat dilihat atau didengar oleh orang lain.
Intuiting menuntut adanya suatu tingkat kesadaran yang tinggi yang dihasilkan
dengan cara membayangkan, berfantasi, dan melakukan terobosan ke daerah prasadr
dan tak sadar.
Pendekatan sosiologis berasumsi bahwa kreativitas
individu merupakan hasil dari proses interaksi sosial, di mana individu dengan
segala potensi dan disposisi kepribadiannya dipengaruhi oleh lingkungan sosial
tempat individu itu berada, yang meliputi ekonomi, politik, kebudayaan, dan
peranan keluarga.
Upaya mempelajari kreativitas dengan menggunakan
pendekatan sosiologis, pertama-tama dilakukan oleh Kroeber pada tahun 1914 yang
kemudian dilaporkan dalam sebuah karyanya yang berjudul Configuration of
Culture (Dedi Supriadi, 1989: 84). Dalam menganalisisnya, Kroeber menggunakan
tiga konfigurasi, yaitu waktu, ruang, dan derajat prestasi suatu peradaban.
Berdasarkan analisis yang dilakukan, Kroeber mengambil suatu kesimpulan bahwa
munculnya orang-orang kreatif tinggi dalam sejarah merupakan refleksi dari pola
perkembangan nilai-nilai sosial.
Penelitian yang dilakukan oleh Gray pada tahun
1958, 1961, dan 1966, kembali menekankan dominannya peranan sosial dalam
perkembangan kreativitas (Dedi Supriadi, 1989: 85). Dengan focus perkembangan
kebudayaan Barat, Gray menemukan bahwa faktor-faktor ekonomi, sosial, politik,
dan peranan keluarga yang kondusif menentukan dinamika dan irama perkembangan
kreativitas. Penelitian Naroll dan kawan-kawan (1971) yang dilakukan di India,
Cina, Jepang, dan Negara-negara Islam menunjukkan bahwa ada periode-periode
tertentu dalam setiap perkembangan kebudayaan yang dapat mendorong
berkembangnya kreativitas secara maksimal sehingga dapat muncul orang-orang
kreatif. Sebaliknya, ada juga periode-periode tertentu yang justru mengekang
berkembangnya kreativitas.
Arieti (1976) mengemukakan beberapa faktor
sosiologis yang kondusif bagi perkembangan kreativitas, yaitu
1. Tersedianya sarana-sarana kebudayaan,
2. Keterbukaan terhadap keragaman cara berpikir,
3. Adanya keleluasaan bagi berbagai media kebudayaan,
4. Adanya toleransi terhadap pandangan-pandangan yang divergen, dan
5. Adanya penghargaan yang memadai terhadap orang-orang yang berprestasi.
1. Tersedianya sarana-sarana kebudayaan,
2. Keterbukaan terhadap keragaman cara berpikir,
3. Adanya keleluasaan bagi berbagai media kebudayaan,
4. Adanya toleransi terhadap pandangan-pandangan yang divergen, dan
5. Adanya penghargaan yang memadai terhadap orang-orang yang berprestasi.
E. PERKEMBANGAN KREATIVITAS
Perkembangan kreativitas juga merupakan
perkembangan proses kognitif maka kreativitas dapat ditinjau melalui proses
perkembangan kognitif berdasarkan teori yang diajukan oleh Jean Piaget. Menurut
Jean Piaget (McCormack, 1982) ada empat tahap perkembangan kognitif, yaitu
sebagai berikut.
1. Tahap Sensori-Motoris
Tahap ini dialami pada usia 0-2 tahun. Menurut Piaget (Bybee dan Sund, 1982), pada tahap ini interaksi anak dengan lingkungannya, termasuk orang tuanya, terutama dilakukan melalui perasaan dan otot-ototnya. Dalam melakukan interaksi dengan lingkungannya, termasuk juga dengan orang tuanya, anak mengembangkan kemampuannya untuk mempersepsi, melakukan sentuhan-sentuhan, melakukan berbagai gerakan, dan secara perlahan-lahan belajar mengoordinasikan tindakannya.
Tahap ini dialami pada usia 0-2 tahun. Menurut Piaget (Bybee dan Sund, 1982), pada tahap ini interaksi anak dengan lingkungannya, termasuk orang tuanya, terutama dilakukan melalui perasaan dan otot-ototnya. Dalam melakukan interaksi dengan lingkungannya, termasuk juga dengan orang tuanya, anak mengembangkan kemampuannya untuk mempersepsi, melakukan sentuhan-sentuhan, melakukan berbagai gerakan, dan secara perlahan-lahan belajar mengoordinasikan tindakannya.
Mengenai kreativitasnya, menurut Piaget, pada tahap
ini belum memiliki kemampuan untuk mengembangkan kreativitasnya. Sebab, pada
tahap ini tindakan anak masih berupa tindakan fisik yang bersifat refleksi,
pandangannya terhadap objek masih belum permanent, belum memiliki konsep ruang
dan waktu, belum memiliki konsep tentang sebab-akibat, bentuk permainannya
masih merupakan pengulangan refleks-refleks, belum memiliki tentang diri ruang,
dan belu memiliki kemampuan berbahasa.
Piaget juga mengatakan bahwa kemampuan yang paling
tinggi pada tahap ini terjadi pada umur 18-24 bulan, yaitu sudah mulai terjadi
transisi dari representasi tertutup menuju representasi terbuka. Pada umur ini,
anak sudah mulai dapat mereproduksikan sesuatu yang ada dalam memori dan dapat
menggunakan simbol-simbol untuk merujuk kepada objek-objek yang tidak ada.
2. Tahap Praoperasional
Tahap ini berlangsung pada usia 2-7 tahun. Tahap ini disebut juga tahap intuisi sebab perkembangan kognitifnya memperlihatkan kecenderungan yang ditandai oleh suasana intuitif. Artinya, semua perbuatan rasionalnya tidak didukung oleh pemikiran tetapi oleh unsure perasaan, kecenderungan alamiah, sikap-sikap yang diperoleh dari orang-orang bermakna, dan lingkungan sekitarnya.
Tahap ini berlangsung pada usia 2-7 tahun. Tahap ini disebut juga tahap intuisi sebab perkembangan kognitifnya memperlihatkan kecenderungan yang ditandai oleh suasana intuitif. Artinya, semua perbuatan rasionalnya tidak didukung oleh pemikiran tetapi oleh unsure perasaan, kecenderungan alamiah, sikap-sikap yang diperoleh dari orang-orang bermakna, dan lingkungan sekitarnya.
Pada tahap ini, menurut Jean Piaget ( Bybee dan
Sund, 1982 ), anak sangat bersifat egosentris sehingga seringkali mengalami
masalah dalam berinteraksi dalam lingkungannya, termasuk dengan orang tuannya.
Pada akhir tahap ini, menurut Jean Piaget ( Bybee dan Sund, 1982 ), kemampuan
mengembangkan kreativitas sudah mulai tumbuh karena anak sudah mulai
mengembangkan memori dan telah memiliki kemampuan untuk memikirkan masa lalu
dan masa yang akan datang, meskipun dalam jangka pendek. Di samping itu, anak
memiliki kemampuan untuk menjelaskan peristiwa-peristiwa alam di lingkunganya
secara animistik dan antropomorfik. Penjelasan animistic adalah menjelaskan
peristiwa-peristiwa alam dengan menggunakan perumpamaan hewan. Adapun
penjelasan antropomorfik adalah menjelaskan peristiwa-peristiwa alam dengan
menggunakan perumpamaan manusia.
3. Tahap Operasional Konkret
Tahap ini berlangsung antara usia 7-11 tahun. Pada tahap ini, anak mulai menyesuaikan diri dengan relitas konkret dan berkembang rasa ingin tahunya. Menurut Jean Piaget ( Bybee dan Sund, 1982 ), interaksinya dengan lingkungan, termasuk dengan orang tua, sudah semakin berkembang dengan baik karena egosentrisnya sudah semakin berkurang.
Tahap ini berlangsung antara usia 7-11 tahun. Pada tahap ini, anak mulai menyesuaikan diri dengan relitas konkret dan berkembang rasa ingin tahunya. Menurut Jean Piaget ( Bybee dan Sund, 1982 ), interaksinya dengan lingkungan, termasuk dengan orang tua, sudah semakin berkembang dengan baik karena egosentrisnya sudah semakin berkurang.
Menurut Jean Piaget kreativitasnya juga sudah
semakin berkembang. Faktor-faktor memungkinkan semakin berkembangnya
kreativitas itu adalah sebagai berikut.
1. Anak sudah mulai mampu menampilkan operasi-operasi mental.
2. Anak mulai mampu berpikir logis dalam bentuk sederhana.
3. Anak mulai berkembang kemampuannya untuk memelihara identitas diri.
4. Konsep tentang ruang sudah semakin meluas.
5. Anak sudah amat menyadari akan adanya masa lalu, masa kini, dan masa yang akan datang.
6. Anak sudah mampu mengimajinasikan sesuatu, meskipun biasanya masih memerlukan bantuan ojek-objek konkret.
1. Anak sudah mulai mampu menampilkan operasi-operasi mental.
2. Anak mulai mampu berpikir logis dalam bentuk sederhana.
3. Anak mulai berkembang kemampuannya untuk memelihara identitas diri.
4. Konsep tentang ruang sudah semakin meluas.
5. Anak sudah amat menyadari akan adanya masa lalu, masa kini, dan masa yang akan datang.
6. Anak sudah mampu mengimajinasikan sesuatu, meskipun biasanya masih memerlukan bantuan ojek-objek konkret.
4. Tahap Operasional Formal
Tahap ini dialami oleh anak pada usai 11 tahun ke atas. Pada tahap ini, menurut Jean Piaget, interaksinya dengan lingkungan sudah amat luas menjangkau banyak teman sebayanya dan bahkan berusaha untuk dapat berinteraksi dengan orang dewasa. Pada tahap ini ada semacam tarik-menarik antara ingin bebas dengan ingin dilindungi.
Tahap ini dialami oleh anak pada usai 11 tahun ke atas. Pada tahap ini, menurut Jean Piaget, interaksinya dengan lingkungan sudah amat luas menjangkau banyak teman sebayanya dan bahkan berusaha untuk dapat berinteraksi dengan orang dewasa. Pada tahap ini ada semacam tarik-menarik antara ingin bebas dengan ingin dilindungi.
Dilihat dari perspektif ini, perkembangan
kreativitas remaja pada posisi seiring dengan tahapan operasional formal.
Artinya, perkembangan kreativitasnya, menurut Jean Piaget, sedang berada pada
tahap yang amat potensial bagi perkembangan kreativitas.
Beberapa faktor yang mendukung berkembangnya
potensi kreativitas, antara lain sebagai berikut.
1. Remaja sudah mampu melakukan kombinasi tindakan secara proporsional berdasarkan pemikiran logis.
2. Remaja sudah mampu melakukan kombinasi objek-objek secara proporsional berdasarkan pemikiran logis.
3. Remaja sudah memiliki pemahaman tentang ruang relatif.
4. Remaja sudah memiliki pemahaman tentang waktu relatif.
5. Remaja sudah mampu melakukan pemisahan dan pengendalian variabel-variabel dalam menghadapi masalah yang kompleks.
6. Remaja sudah mampu melakukan abstraksi reflektif dan berpikir hipotesis.
7. Remaja sudah memiliki diri ideal ( ideal self ).
8. Remaja sudah menguasai bahasa abstrak.
1. Remaja sudah mampu melakukan kombinasi tindakan secara proporsional berdasarkan pemikiran logis.
2. Remaja sudah mampu melakukan kombinasi objek-objek secara proporsional berdasarkan pemikiran logis.
3. Remaja sudah memiliki pemahaman tentang ruang relatif.
4. Remaja sudah memiliki pemahaman tentang waktu relatif.
5. Remaja sudah mampu melakukan pemisahan dan pengendalian variabel-variabel dalam menghadapi masalah yang kompleks.
6. Remaja sudah mampu melakukan abstraksi reflektif dan berpikir hipotesis.
7. Remaja sudah memiliki diri ideal ( ideal self ).
8. Remaja sudah menguasai bahasa abstrak.
F. TAHAP-TAHAP KREATIVITAS
Wallas (Solso, 1991) mengemukakan empat tahapan
proses kreatif, yaitu persiapan, inkubasi, iluminasi, dan verifikasi.
1. Persiapan (Preparation)
Pada tahap ini, individu berusaha mengumpulkan informasi atau data untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Dengan bekal ilmu pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki, individu berusaha menjajaki berbagai kemungkinan jalan yang dapat ditempuh untuk memecahkan masalah itu. Namun pada tahap ini belum ada arah yang tetap meskipun sudah mampu mengeksplorasi berbagai alternatif pemecahan masalah.
Pada tahap ini, individu berusaha mengumpulkan informasi atau data untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Dengan bekal ilmu pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki, individu berusaha menjajaki berbagai kemungkinan jalan yang dapat ditempuh untuk memecahkan masalah itu. Namun pada tahap ini belum ada arah yang tetap meskipun sudah mampu mengeksplorasi berbagai alternatif pemecahan masalah.
2. Inkubasi (Incubation)
Pada tahap ini individu seolah-olah melepaskan diri untuk sementara waktu dari masalah yang dihadapinya,dalam pengertian tidak memikirkannya secara sadar melainkan” menghadapinya” dalam alam prasadar.
3. Iluminasi(Illumination)
Pada tahap ini individu sudah dapat timbul inspirasi atau gagasan-gagasan baru serta proses-proses psikologis ysng mengawali dan mengikuti munculnya inspirasi atau gagasan baru.
Pada tahap ini individu seolah-olah melepaskan diri untuk sementara waktu dari masalah yang dihadapinya,dalam pengertian tidak memikirkannya secara sadar melainkan” menghadapinya” dalam alam prasadar.
3. Iluminasi(Illumination)
Pada tahap ini individu sudah dapat timbul inspirasi atau gagasan-gagasan baru serta proses-proses psikologis ysng mengawali dan mengikuti munculnya inspirasi atau gagasan baru.
4. Verifikasi(Verivication)
Pada tahap ini, gagasan yang telah muncul dievaluasi secara kritis dan konvergen serta menghadapkannya kepada realitas. Pemikiran divergen harus diikuti dengan pemikiran konvergen. Pemikiran dan sikap spontan harus diikuti oleh pemikiran selektif dan sengaja. Penerimaan secara total harus diikuti oleh kritik. Filsafat harus diikuti oleh pemikiran logis. Keberanian harus diikuti oleh sikap hati-hati. Imajinasi harus diikuti oleh pengujian terhadap realitas.
Pada tahap ini, gagasan yang telah muncul dievaluasi secara kritis dan konvergen serta menghadapkannya kepada realitas. Pemikiran divergen harus diikuti dengan pemikiran konvergen. Pemikiran dan sikap spontan harus diikuti oleh pemikiran selektif dan sengaja. Penerimaan secara total harus diikuti oleh kritik. Filsafat harus diikuti oleh pemikiran logis. Keberanian harus diikuti oleh sikap hati-hati. Imajinasi harus diikuti oleh pengujian terhadap realitas.
G. KARAKTERISTIK KREATIVITAS
Piers (Adam, 1976) mengemukakan bahwa karakteristik
kreativitas adalah sebagai berikut.
1. Memiliki dorongan (drive) yang tinggi.
2. Memiliki keterlibatan yang tinggi.
3. Memiliki rasa ingin tahu yang besar.
4. Memiliki ketekunan yang tinggi.
5. Cenderung tidak puas terhadap kemapanan.
6. Penuh percaya diri.
7. Memiliki kemandirian yang tinggi.
8. Bebas dalam mengambil keputusan.
9. Menerima diri sendiri
10. Senang humor.
11. Memiliki intuisi yang tinggi
12. Cenderung tertarik kepada hal-hal yang kompleks.
13. Toleran terhadap ambiguitas.
14. bersifat sensitif.
1. Memiliki dorongan (drive) yang tinggi.
2. Memiliki keterlibatan yang tinggi.
3. Memiliki rasa ingin tahu yang besar.
4. Memiliki ketekunan yang tinggi.
5. Cenderung tidak puas terhadap kemapanan.
6. Penuh percaya diri.
7. Memiliki kemandirian yang tinggi.
8. Bebas dalam mengambil keputusan.
9. Menerima diri sendiri
10. Senang humor.
11. Memiliki intuisi yang tinggi
12. Cenderung tertarik kepada hal-hal yang kompleks.
13. Toleran terhadap ambiguitas.
14. bersifat sensitif.
Utami Munandar (1992) mengemukakan ciri-ciri
kreativitas, antara lain sebagai berikut.
1. Senang mencari pengalaman baru.
2. Memiliki keasyikan dalam mengerjakan tugas-tugas yang sulit.
3. Memiliki inisiatif.
4. Memiliki ketekunan yang tinggi.
5. Cenderung kritis terhadap orang lain.
6. Berani menyatakan pendapat dan keyakinannya.
7. Selalu ingin tahu.
8. Peka atau perasa.
9. Enerjik dan ulet.
10. Menyukai tugas-tugas yang majemuk.
11. Percaya kepada diri sendiri.
12. Mempunyai rasa humor.
13. Memiliki rasa keindahan.
14. Berwawasan masa depan dan penuh imajinasi.
1. Senang mencari pengalaman baru.
2. Memiliki keasyikan dalam mengerjakan tugas-tugas yang sulit.
3. Memiliki inisiatif.
4. Memiliki ketekunan yang tinggi.
5. Cenderung kritis terhadap orang lain.
6. Berani menyatakan pendapat dan keyakinannya.
7. Selalu ingin tahu.
8. Peka atau perasa.
9. Enerjik dan ulet.
10. Menyukai tugas-tugas yang majemuk.
11. Percaya kepada diri sendiri.
12. Mempunyai rasa humor.
13. Memiliki rasa keindahan.
14. Berwawasan masa depan dan penuh imajinasi.
Clark(1988) mengemukakan karakteristik kreativitas
adalah sebagai berikut.
1. Memiliki kedisiplinan diri yang tinggi.
2. Memiliki kemandirian yang tinggi.
3. Cenderung sering menentang otoritas.
4. Memiliki rasa humor.
5. Mampu menentang tekanan kelompok.
6. Lebih mampu menyesuaikan diri.
7. Senang berpetualang.
8. Toleran terhadap ambiguitas.
9. Kurang toleran terhadap hal-hal yang membosankan.
10. Menyukai hal-hal yang kompleks.
11. Memiliki kemampuan berpikir divergen yang tinggi.
12. Memiliki memori dan atensi yang baik.
13. Memiliki wawasan yang luas.
14. Mampu berpikir periodik.
15. Memerlukan situasi yang mendukung.
16. Sensitif terhadap lingkungan.
17. Memiliki rasa ingin tahu yang tinggi.
18. Memiliki nilai estetik yang tinggi.
19. Lebih bebas dalam mengembangkan integrasi peran seks.
1. Memiliki kedisiplinan diri yang tinggi.
2. Memiliki kemandirian yang tinggi.
3. Cenderung sering menentang otoritas.
4. Memiliki rasa humor.
5. Mampu menentang tekanan kelompok.
6. Lebih mampu menyesuaikan diri.
7. Senang berpetualang.
8. Toleran terhadap ambiguitas.
9. Kurang toleran terhadap hal-hal yang membosankan.
10. Menyukai hal-hal yang kompleks.
11. Memiliki kemampuan berpikir divergen yang tinggi.
12. Memiliki memori dan atensi yang baik.
13. Memiliki wawasan yang luas.
14. Mampu berpikir periodik.
15. Memerlukan situasi yang mendukung.
16. Sensitif terhadap lingkungan.
17. Memiliki rasa ingin tahu yang tinggi.
18. Memiliki nilai estetik yang tinggi.
19. Lebih bebas dalam mengembangkan integrasi peran seks.
Sedangkan Torrance (1981) mengemukakan
karakteristik kreativitas sebagai berikut.
1. Memiliki rasa ingin tahu yang besar.
2. Tekun dan tidak mudah bosan.
3. Percaya diri dan mandiri.
4. Merasa tertantang oleh kemajukan atau kompleksitas.
5. Berani mengambil risiko.
6. Berpikir divergen.
1. Memiliki rasa ingin tahu yang besar.
2. Tekun dan tidak mudah bosan.
3. Percaya diri dan mandiri.
4. Merasa tertantang oleh kemajukan atau kompleksitas.
5. Berani mengambil risiko.
6. Berpikir divergen.
H. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI KREATIVITAS
Kreativitas tidak dapat berkembang secara otomatis,
tetapi membutuhkan rangsangan dari lingkungan. Beberapa ahli mengemukakan
faktor-faktor yang memengaruhi perkembangan kreativitas.
Utami Munandar (1988) mengemukakan bahwa
faktor-faktor yang memengaruhi kreativitas adalah.
1. Usia;
2. Tingkat pendidikan orang tua;
3. Tersedianya fasilitas dan
4. Penggunaan waktu luang.
1. Usia;
2. Tingkat pendidikan orang tua;
3. Tersedianya fasilitas dan
4. Penggunaan waktu luang.
Clark (1983) mengategorikan faktor-faktor yang
memengaruhi kreativitas dalam dua kelompok, yaitu faktor yang mendukung dan
faktor yang menghambat. Faktor-faktor yang dapat mendukung perkembangan
kreativitas adalah sebagai berikut.
1. Situasi yang menghadirkan ketidaklengkapan serta keterbukaan.
2. Situasi yang memungkinkan dan mendorong timbulnya pertanyaan.
3. Situasi yang dapat mendorong dalam rangka menghasilkan sesuatu.
4. situasi yang mendorong tanggung jawab dan kemandirian.
5. situasi yang menekankan inisiatif diri untuk menggali, mengamati, bertanya, merasa, mengklasifikasikan, mencatat, menerjemahkan, memperkirakan, menguji hasil perkiraan, dan mengomunikasikan.
6. Kedwibahasaan yang memungkinkan untuk pengembangan potensi kreativitas secara lebih luas karena akan memberikan pandangan dunia secara lebih bervariasi, lebih fleksibel dalam menghadapi masalah, dan mampu mengekspresikan dirinya dengan cara yang berbeda dari umumnya yang dapat muncul dari pengalaman yang dimilikinya.
7. Posisi kelahiran.
8. Perhatian dari orangtua terhadap minat anaknya, stimulasi dari lingkungan sekolahnya, dan motivasi diri.
1. Situasi yang menghadirkan ketidaklengkapan serta keterbukaan.
2. Situasi yang memungkinkan dan mendorong timbulnya pertanyaan.
3. Situasi yang dapat mendorong dalam rangka menghasilkan sesuatu.
4. situasi yang mendorong tanggung jawab dan kemandirian.
5. situasi yang menekankan inisiatif diri untuk menggali, mengamati, bertanya, merasa, mengklasifikasikan, mencatat, menerjemahkan, memperkirakan, menguji hasil perkiraan, dan mengomunikasikan.
6. Kedwibahasaan yang memungkinkan untuk pengembangan potensi kreativitas secara lebih luas karena akan memberikan pandangan dunia secara lebih bervariasi, lebih fleksibel dalam menghadapi masalah, dan mampu mengekspresikan dirinya dengan cara yang berbeda dari umumnya yang dapat muncul dari pengalaman yang dimilikinya.
7. Posisi kelahiran.
8. Perhatian dari orangtua terhadap minat anaknya, stimulasi dari lingkungan sekolahnya, dan motivasi diri.
Sedangkan faktor-faktor yang menghambat
berkembangnya kreatifitas adalah sebagai berikut.
1. Adanya kebutuhan akan keberhasilan,ketidakberanian dalam menanggung risiko, atau upaya mengejar sesuatu yang belum diketahui.
2. Konformitas terhadap teman-teman kelompoknya dan tekanan sosial.
3. Kurang berani dalam melakukan eksplorasi, menggunakan imajinasi, dan penyelidikan.
4. Stereotip peranseks atau jenis kelamin.
5. Diferensiasi antara bekerja dan bermain.
6. Otoritarianisme.
7. Tidak menghargai terhadap fantasi dan khayalan.
1. Adanya kebutuhan akan keberhasilan,ketidakberanian dalam menanggung risiko, atau upaya mengejar sesuatu yang belum diketahui.
2. Konformitas terhadap teman-teman kelompoknya dan tekanan sosial.
3. Kurang berani dalam melakukan eksplorasi, menggunakan imajinasi, dan penyelidikan.
4. Stereotip peranseks atau jenis kelamin.
5. Diferensiasi antara bekerja dan bermain.
6. Otoritarianisme.
7. Tidak menghargai terhadap fantasi dan khayalan.
Miller dan Gerard (Adams dan Gullota,1979)
mengemukakan adanya pengaruh keluarga pada perkembangan kreativitas anak dan
remaja sebagai berikut.
1. Orang tua yang memberikan rasa aman.
2. Orang tua mempunyai berbagai macam minat pada kegiatan didalam dan diluar rumah.
3. Orang tua memberikan kepercayaan dan menghargai kemampuan anaknya.
4. Orang tua memberikan otonomi dan kebebasan anak.
5. Orang tua mendorong anak melakukan sesuatu dengan sebaik-baiknya.
Torrance (1981) juga menekankan pentingnya dukungan dan dorongan dari lingkungan agar individu dapat berkembang kreativitasnya. Menurutnya salah satu lingkungan yang pertama dan utama yang dapat mendukung atau menghambat berkembangnya kreativitas adalah lingkungan keluarga, terutama interaksi dalam keluarga tersebut.
1. Orang tua yang memberikan rasa aman.
2. Orang tua mempunyai berbagai macam minat pada kegiatan didalam dan diluar rumah.
3. Orang tua memberikan kepercayaan dan menghargai kemampuan anaknya.
4. Orang tua memberikan otonomi dan kebebasan anak.
5. Orang tua mendorong anak melakukan sesuatu dengan sebaik-baiknya.
Torrance (1981) juga menekankan pentingnya dukungan dan dorongan dari lingkungan agar individu dapat berkembang kreativitasnya. Menurutnya salah satu lingkungan yang pertama dan utama yang dapat mendukung atau menghambat berkembangnya kreativitas adalah lingkungan keluarga, terutama interaksi dalam keluarga tersebut.
Torrance(1981) mengemukakan lima bentuk interaksi
orang tua dengan anak atau remaja yang dapat mendorong berkembangnya
kreativitas yaitu,
1. Menghormati pertanyaan-pertanyaan yang tidak lazim;
2. Menghormati gagasan-gagasan imajinatif ;
3. Menunjukkan kepada anak atau remaja bahwa gagasan yang dikemukakan itu bernilai;
4. Memberikan kesempatan kepada anak atau remaja untuk belajar atas prakarsanya sendiri dan memberikan reward kepadanya;
5. Memberikan kesempatan kepada anak atau remaja untuk belajar dan melakukan kegiatan-kegiatan tanpa suasana penilaian.
1. Menghormati pertanyaan-pertanyaan yang tidak lazim;
2. Menghormati gagasan-gagasan imajinatif ;
3. Menunjukkan kepada anak atau remaja bahwa gagasan yang dikemukakan itu bernilai;
4. Memberikan kesempatan kepada anak atau remaja untuk belajar atas prakarsanya sendiri dan memberikan reward kepadanya;
5. Memberikan kesempatan kepada anak atau remaja untuk belajar dan melakukan kegiatan-kegiatan tanpa suasana penilaian.
Torrance (1981) juga mengemukakan beberapa
interaksi antara orang tua dan anak (remaja) yang dapat menghambat
berkembangnya kreativitas, yaitu
1. Terlalu dini untuk mengeliminasi fantasi anak;
2. Membatasi rasa ingin tahu anak;
3. Terlalu menekankan peran berdasarkan perbedaan jenis kelamin (sexual roles);
4. Terlalu banyak melarang anak;
5. Terlalu menekankan kepada anak agar memiliki rasa malu;
6. Terlalu menekankan pada keterampilan verbal tertentu;
7. Sering memberikan kritik yang bersifat destruktif.
1. Terlalu dini untuk mengeliminasi fantasi anak;
2. Membatasi rasa ingin tahu anak;
3. Terlalu menekankan peran berdasarkan perbedaan jenis kelamin (sexual roles);
4. Terlalu banyak melarang anak;
5. Terlalu menekankan kepada anak agar memiliki rasa malu;
6. Terlalu menekankan pada keterampilan verbal tertentu;
7. Sering memberikan kritik yang bersifat destruktif.
Jadi menurut Torrance(1981), interaksi antara orang
tua dengan anak atau remaja yang dapat mendorong kreativitas bukanlah interaksi
yang didasarkan atas situasi stimulus respons, melainkan atas dasar hubungan
kehidupan sejati (a living relationship) dan saling tukar
pengalaman(coexperiencing).
I. MASALAH YANG SERING TIMBUL PADA ANAK KREATIF
Anak-anak kreatif, meskipun memiliki kemampuan atau
kelebihan dibandingkan dengan anak-anak pada umumnya, bukan berarti selalu
mulus dalam perkembangan psikologisnya. Disamping potensi kreatifnya itu jika
tidak mendapatkan penanganan secara baik justru seringkali menimbulkan masalah
pada dirinya. Berkenaan dengan ini. Dedi Supriadi (1994) mengemukakan sejumlah
masalah yang sering timbul atau dialami oleh anak-anak kreatif, yaitu sebagai
berikut.
1. Pilihan karier yang tidak realistis
Anak-anak kreatif sering kali cenderung memiliki
pilihan karier yang tidak realistis, kurang populer, dan tidak lazim. Merka
juga memiliki banyak alternatif dalam menentukan karier yang akan ditempuhnya
dan bahkan cenderung berubah-ubah. Kondisi psikologis seperti ini jika tidak
mendapatkan bimbingan secara baik dapat mengarahkan dirinya kepada pilihan
karier yang kurang tepat. Akibatnya, dapat menimbulkan frustasi jika pilihannya
tidak disadari oleh pemahaman yang cukup mengenai jenis karier yang akan
dipilihnya.
2. Hubungan dengan guru dan teman sebaya
Anak-anak kreatif kadang-kadang mengalami hambatan.
Mereka cenderung kritis, memiliki pendapatnya sendiri, berani mengemukakan
ketidaksetujuannya terhadap pemikiran orang lain tidak mudah percaya, memiliki
keinginan yang seringkali berbeda dengan teman-teman pada umumnya, serta tidak
begitu senang untuk melekatkan diri kepada otoritas.
3. Perkembangan yang tidak selaras
Jika lingkungannya tidak dapat mengakomodasi
keunggulan potensi kreatifnya itu, dapat muncul masaalah dalam diri anak-anak
kretif. Masalah yang timbul disebut dengan istilah uneven development
(perkembangan yang tidak selaras) antara kematangan intelektual dengan
perkembangan aspek-aspek emosional dan sosialnya.
4. Tiadanya tokoh-tokoh ideal
Anak-anak kreatif cenderung memiliki tokoh-tokoh
orang besar yang sangat diidealkan dalam hidupnya. Tokoh-tokoh ideal bisa
berada dekat di lingkungan sekitarnya, tetapi dapt juga berada di tempat yang
jauh dan sulit dijangkau. Jika tokoh idealnya berada di tempat yang jauh dan
sulit dijangku. Jika tokoh idealnya berada ditempat yang jauh, anak-anak
kreatif cenderung berusaha untuk dapat menjangkau melalui cara mereka sendiri.
Kelangkaan tokoh ideal karena kelangkaan informasi dapat mengakibatkan
anak-anak kreatif tersesat kepada pilihan tokoh ideal yang salah.
J. UPAYA MEMBANTU PERKEMBANGAN KREATIVITAS DAN
IMPLIKASINYA BAGI PENDIDIKAN
Sesungguhnya anak-anak kreatif kedudukannya sama
saja dengan anak-anak biasa lainnya. Namun, karena potensi kreatifnya itu,
mereka sangat memerlukan perhatian khusus di sini bukan berarti mereka harus
mendapatkan perlakuan istimewa, melainkan harus mendapatkan bimbingan sesuai
dengan potensi kreatifnya agar tidak sia-sia. Kelemahan pendidikan selama ini
dalam konteksnya dengan pengembangan potensi kreatif anak, menurut Gowan
(1981),adalah kurangnya perhatian terhadap pengembangan fungsi belahan otak
kanan.
Oleh karena itu, sistem pendidikan hendaknya memperhatikan kurikulum yang akan diolah menjadi materi yang dapat dikembalikan kepada fungsi-fungsi pengembangan dari kedua belahan otak manusia tersebut. Terlalu menekankan pada fungsi satu belahan otak saja menyebabkan fungsi belahan otak yang lain tidak berkembang secara maksimal.
Sifat relasi bantuan untuk membimbing anak-anak kreatif, menurut Dedi Supriadi (1994), sebenarnya sama saja dengan relasi untuk anak-anak pada umumnya. Hanya saja, idealnya para guru dan pembimbing mengetahui mekanisme proses kreatif dan manifestasi perilaku kreatif. Dalam konteks relasi dengan anak-anak kreatif ini, Torrance (1977) menamakan relasi bantuan itu dengan istilah creative relationship yang memiliki karakteristik sebagai berikut.
Oleh karena itu, sistem pendidikan hendaknya memperhatikan kurikulum yang akan diolah menjadi materi yang dapat dikembalikan kepada fungsi-fungsi pengembangan dari kedua belahan otak manusia tersebut. Terlalu menekankan pada fungsi satu belahan otak saja menyebabkan fungsi belahan otak yang lain tidak berkembang secara maksimal.
Sifat relasi bantuan untuk membimbing anak-anak kreatif, menurut Dedi Supriadi (1994), sebenarnya sama saja dengan relasi untuk anak-anak pada umumnya. Hanya saja, idealnya para guru dan pembimbing mengetahui mekanisme proses kreatif dan manifestasi perilaku kreatif. Dalam konteks relasi dengan anak-anak kreatif ini, Torrance (1977) menamakan relasi bantuan itu dengan istilah creative relationship yang memiliki karakteristik sebagai berikut.
1. Pembimbing berusaha memahami berusaha memahami
pikiran dan perasaan anak.
2. Pembimbing mendorong anak untuk mengungkapkan gagasan-gagasannya tanpa mengalami hambatan.
3. Pembimbing lebih menekankan pada proses daripada hasil sehingga Pembimbing di tuntut mampu memandang permasalahan anak sebagai bagian dari keseluruhan dinamika perkembangan dirinya.
4. Pembimbing berusaha menciptakan lingkungan yang bersahabat, bebas dari ancaman, dan suasana saling menghargai.
5. Pembimbing tidak memaksakan pendapat, pandangan, atau nilai-nilai tertentu kepada anak.
6. Pembimbing berusaha mengeksplorasi segi-segi positif yang dimiliki anak dan bukan sebaliknya mencari-cari kesalahan anak.
7. Pembimbing berusaha menempatkan aspek berpikir dan perasaan secara seimbang dalam proses bimbingan.
2. Pembimbing mendorong anak untuk mengungkapkan gagasan-gagasannya tanpa mengalami hambatan.
3. Pembimbing lebih menekankan pada proses daripada hasil sehingga Pembimbing di tuntut mampu memandang permasalahan anak sebagai bagian dari keseluruhan dinamika perkembangan dirinya.
4. Pembimbing berusaha menciptakan lingkungan yang bersahabat, bebas dari ancaman, dan suasana saling menghargai.
5. Pembimbing tidak memaksakan pendapat, pandangan, atau nilai-nilai tertentu kepada anak.
6. Pembimbing berusaha mengeksplorasi segi-segi positif yang dimiliki anak dan bukan sebaliknya mencari-cari kesalahan anak.
7. Pembimbing berusaha menempatkan aspek berpikir dan perasaan secara seimbang dalam proses bimbingan.
Supriadi (1994) mengemukakan sejumlah bantuan yang
dapat digunakan untuk membimbing perkembangan anak-anak kreatif, yaitu :
1. Menciptakan rasa aman kepada anak untuk mengekspresikan kreativitasnya;
2. Mengakui dan menghargai gagasan-gagasan anak;
3. Menjadi pendorong bagi anak untuk mengomunikasikan dan mewujudkan gagasan-gagasan nya;
4. Membantu anak memahami dalam berpikir dan bersikap, dan bukan malah
menghukumnya;
5. Memberikan peluang untuk mengomunikasikan gagasan-gagasannya;
6. Memberikan informasi mengenai peluang-peluang yang tersedia.
1. Menciptakan rasa aman kepada anak untuk mengekspresikan kreativitasnya;
2. Mengakui dan menghargai gagasan-gagasan anak;
3. Menjadi pendorong bagi anak untuk mengomunikasikan dan mewujudkan gagasan-gagasan nya;
4. Membantu anak memahami dalam berpikir dan bersikap, dan bukan malah
menghukumnya;
5. Memberikan peluang untuk mengomunikasikan gagasan-gagasannya;
6. Memberikan informasi mengenai peluang-peluang yang tersedia.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Mohammad dan Asrori, Mohammad. 2008.PSIKOLOGI
REMAJA: Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Bumi Aksara.
0 komentar:
Posting Komentar